Belibis.com – Sebuah momen penting tercipta dalam dunia diplomasi budaya saat Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, secara resmi menyerahkan keris sebagai simbol persahabatan kepada Museum Nasional Tiongkok di Beijing. Dalam suasana hangat dan penuh makna, gestur ini bukan sekadar pemberian benda bersejarah, melainkan representasi niat tulus untuk mempererat hubungan budaya antara Indonesia dan Tiongkok—dua negara dengan akar peradaban yang dalam dan panjang.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Langkah ini menandai cara baru dalam menjalin hubungan antarbangsa: bukan hanya melalui kerja sama ekonomi atau politik, tetapi lewat pertukaran simbol budaya yang sarat nilai dan filosofi. Keris, sebagai ikon warisan budaya Indonesia, menjadi jembatan yang membawa semangat kolaborasi dan pengakuan terhadap identitas bersama sebagai bangsa Asia yang kaya akan sejarah.


Keris: Warisan Leluhur yang Menembus Batas Negara

Sebagai senjata tradisional sekaligus simbol spiritual, keris menyimpan nilai estetika, filosofi, dan sejarah yang begitu dalam. Tak heran jika pada 25 November 2005, keris resmi diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia dari Indonesia.

Dalam sambutannya, Fadli Zon menegaskan bahwa penyerahan keris ini adalah bentuk nyata dari diplomasi budaya yang tidak hanya simbolik, tetapi juga substansial. “Ini bukan hanya pemberian benda, tetapi peneguhan persahabatan antara dua bangsa yang sama-sama menjunjung tinggi nilai tradisi,” ujarnya di hadapan pejabat dan pengelola museum.


Museum Nasional Tiongkok: Rumah Bagi Sejuta Warisan Sejarah

Sebagai salah satu museum terbesar di dunia, National Museum of China (NMC) menyimpan lebih dari 1,4 juta koleksi, termasuk artefak kuno, naskah bersejarah, keramik klasik, hingga benda-benda seni modern. Di dalamnya, terdapat lebih dari 815.000 artefak kuno, 340.000 artefak budaya kontemporer, dan hampir 6.000 koleksi Tingkat Satu (Grade One Cultural Relics) yang sangat langka dan bernilai tinggi.

Museum ini dikenal dengan pameran tetapnya seperti “Ancient China”, “The Road of Rejuvenation”, hingga “The Road of Rejuvenation: New Era”, yang menampilkan perjalanan panjang sejarah Tiongkok dari masa prasejarah, era kekaisaran, hingga modernisasi. Koleksi mereka meliputi berbagai peninggalan dari dinasti besar seperti Shang, Zhou, Qin, Han, Tang, hingga Qing.


Fadli Zon Dorong Museum Jadi Ruang Hidup Budaya

Dalam kunjungannya, Menteri Fadli Zon tidak hanya menyoroti pentingnya kerja sama antarlembaga, tetapi juga menyampaikan visi ke depan mengenai museum sebagai ruang hidup budaya, bukan hanya tempat menyimpan benda kuno. Ia menekankan bahwa museum harus menjadi ruang interaktif yang mendekatkan masyarakat, khususnya generasi muda, pada akar budayanya.

“Melalui diplomasi budaya seperti ini, kita memperkuat dialog antarperadaban. Keris yang hari ini kami serahkan bukan hanya artefak, tetapi pesan simbolik tentang kepercayaan dan niat baik,” tegas Fadli.


Sambutan Hangat dari Museum Nasional Tiongkok

Wakil Direktur Museum Nasional Tiongkok, Chang Weiming, menyambut positif inisiatif ini. Ia menyampaikan apresiasi yang mendalam atas simbol persahabatan yang dibawa oleh Indonesia. “Ini adalah bentuk penghormatan yang sangat kami hargai. Semoga hubungan budaya kedua negara semakin erat melalui kolaborasi semacam ini,” ujarnya.

Pernyataan tersebut memperkuat narasi bahwa budaya bukan hanya aset nasional, melainkan jembatan global. Pertemuan seperti ini menjadi langkah kecil namun bermakna dalam memperkuat diplomasi budaya sebagai bagian dari hubungan internasional yang lebih beradab dan harmonis.


Kolaborasi Museum dan Pameran Budaya Bersama

Tak berhenti pada satu peristiwa simbolik, kerja sama antara Museum Nasional Indonesia dan Museum Nasional Tiongkok terus dikembangkan. Salah satu bentuk nyatanya adalah Pameran Kongsi, yang digelar di Museum Nasional Indonesia. Pameran ini menampilkan koleksi benda bersejarah dan artefak yang menggambarkan akulturasi budaya antara kedua negara selama berabad-abad.

Koleksi yang ditampilkan mencakup jejak hubungan dagang, pertukaran nilai budaya, hingga pengaruh arsitektur dan seni rupa. Semua ini menjadi bukti bahwa hubungan Indonesia dan Tiongkok bukanlah hal baru, tetapi telah terjalin sejak lama—dan kini mendapat bentuk baru dalam kerja sama museum dan pertukaran budaya kontemporer.


Diplomasi Budaya: Jalan Lain Menuju Harmoni Global

Dalam konteks hubungan internasional modern, diplomasi tidak selalu harus hadir dalam bentuk kesepakatan politik atau perjanjian ekonomi. Diplomasi budaya menghadirkan pendekatan yang lebih halus, emosional, dan menyentuh sisi terdalam kemanusiaan. Lewat penyerahan keris ini, Indonesia menegaskan bahwa warisan budaya bisa menjadi kekuatan lunak (soft power) yang sangat ampuh dalam memperkuat kerja sama antarbangsa.

Fadli Zon menyatakan bahwa pemerintah Indonesia akan terus mendorong kolaborasi budaya internasional—tidak hanya dengan Tiongkok, tetapi juga negara-negara lain yang memiliki semangat serupa dalam menjaga dan mempromosikan warisan leluhur mereka di panggung global.


Penutup: Warisan Budaya Bukan Sekadar Masa Lalu, Tapi Titik Awal Masa Depan

Melalui simbol sederhana berupa keris, Indonesia dan Tiongkok kembali membangun jembatan kultural yang kuat dan bermakna. Peristiwa ini bukan hanya seremonial, melainkan sebuah pengingat bahwa nilai-nilai budaya memiliki tempat yang penting dalam relasi internasional.

Kini, saat dunia menghadapi tantangan disrupsi digital dan homogenisasi budaya, diplomasi semacam ini memberikan angin segar: bahwa perbedaan bukanlah penghalang, tapi kekayaan yang perlu dirawat bersama.