Belibis.com – Desa Tunggara, Kecamatan Sigaluh, Kabupaten Banjarnegara kembali menggelar tradisi Merti Desa atau dikenal juga sebagai Ruat Bumi. Tradisi yang digelar setiap tiga tahun sekali ini menjadi bentuk rasa syukur warga atas panen melimpah yang diyakini sebagai anugerah dari Tuhan.
Sejak pagi hari, ratusan warga memadati jalan-jalan desa untuk mengikuti kirab gunungan. Sebanyak 12 gunungan berisi hasil bumi seperti cabai, ubi, sayuran segar hingga durian diarak mengelilingi desa sejauh dua kilometer. Arak-arakan tersebut diiringi oleh berbagai kesenian tradisional khas daerah setempat yang menambah kemeriahan acara.
Gunungan-gunungan tersebut disusun menyerupai bentuk gunung dan dihias dengan warna-warna cerah, melambangkan kemakmuran serta kesejahteraan masyarakat. Tradisi ini tidak hanya menjadi bentuk syukur, tetapi juga momen untuk mempererat kebersamaan antarwarga desa.
Puncak acara berlangsung meriah ketika ratusan warga berebut isi gunungan. Mereka percaya bahwa hasil bumi yang diperoleh dalam rebutan tersebut membawa berkah dan keberuntungan. Sorak sorai dan kegembiraan warga menjadi pemandangan yang penuh makna dan emosional.
Salah satu tokoh masyarakat menyampaikan makna mendalam dari tradisi ini.
“Ini adalah sebuah doa yang kami panjarkan secara terus-menerus kepada Sang Pencipta. Apa yang kami kerjakan, apa yang kami usahakan untuk pribadi dan masyarakat itu semuanya akan mendapatkan ridha. Luar biasa sekali,” tuturnya.
Ia juga menambahkan bahwa hasil bumi yang melimpah adalah bentuk harapan agar keberkahan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang.
“Persembahan dari adik-adik dan semua warga ini menggambarkan sebuah hasil yang sangat melimpah. Harapannya ini akan terjadi secara terus-menerus. Seperti ini untuk kita, jadi Tunggara tanggo urib lestarian,” lanjutnya.
Harapan besar disampaikan agar kelestarian tradisi ini tetap terjaga sebagai warisan budaya yang berkesinambungan.
“Harapan kami adalah kelestarian yang berkesinambungan untuk desa Tunggara. Kita tiba-tiba terbebas karena ini menjadi satu kesediaan masyarakat. Kami dari pemerintah, kami dari panti dan juga pemerintah desa mencoba memfasilitasi,” jelasnya lagi.
Tradisi Merti Desa ini sepenuhnya didukung oleh masyarakat, mulai dari tenaga, pikiran hingga biaya yang dikeluarkan berasal dari warga sendiri. Pemerintah desa pun mengapresiasi antusiasme warga yang dinilai luar biasa.
“Bahwasannya untuk kegiatan Merti Desa yang terkenal ini memang lain daripada yang lain. Masyarakat sudah mulai entusias menghuri-huri keberdayaan Jawa. Sehingga mereka seiring dengan kegiatan ini, mereka mengikuti, mengikuti dengan berpakaian,” katanya.
Melalui arak-arakan gunungan ini, warga ingin menanamkan kembali nilai-nilai gotong royong serta rasa syukur kepada Tuhan. Mereka berharap generasi muda terus mengenal dan melestarikan tradisi yang menjadi identitas budaya lokal.