Belibis.com – Jagat politik dan hukum Indonesia kembali diguncang kabar besar: Nadiem Anwar Makarim, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) era Presiden Joko Widodo, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Kasus yang menyeretnya bukan main-main, yakni dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp1,98 triliun.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Kabar ini sontak membuat publik heboh. Bagaimana bisa seorang tokoh muda yang pernah dielu-elukan sebagai pendiri Gojek sekaligus “anak emas” kabinet Jokowi, kini harus berhadapan dengan jerat hukum? Mari kita kupas secara lengkap dan runtut mengenai kasus yang sedang jadi sorotan nasional ini.

Kronologi Penetapan Tersangka

Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Kamis, 4 September 2025, mengumumkan bahwa Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka kelima dalam kasus pengadaan laptop Chromebook. Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Direktur Penyidikan Jampidsus, Nurcahyo Jungkung Madyo, di Gedung Bundar Kejagung.

Sekitar pukul 16.30 WIB, Nadiem keluar dari Gedung Bundar usai menjalani pemeriksaan. Tak lama kemudian, ia langsung ditahan di Rutan Salemba Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk masa penahanan awal selama 20 hari.

“Untuk kepentingan penyidikan, tersangka NAM akan dilakukan penahanan di Rutan selama 20 hari ke depan sejak hari ini,” ujar Nurcahyo (Sumber: CNBC Indonesia, https://www.cnbcindonesia.com/).

Awal Mula Kasus Chromebook

Isu pengadaan Chromebook sebenarnya sudah mencuat sejak awal pandemi Covid-19. Pemerintah kala itu berupaya mempercepat digitalisasi sekolah, terutama di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Laptop murah berbasis Chrome OS disebut sebagai solusi.

Namun, Kejagung menemukan dugaan rekayasa dalam proses pengadaan yang berlangsung pada periode 2019-2022. Berikut beberapa poin penting awal kasus:

  • Pada Februari 2020, Nadiem bertemu dengan pihak Google Indonesia untuk membicarakan penggunaan Chromebook di sekolah.

  • Rapat tertutup via Zoom pada 6 Mei 2020 menghasilkan keputusan internal agar laptop pengadaan wajib menggunakan Chrome OS.

  • Arahan ini kemudian dituangkan dalam juknis dan juklab yang seolah-olah “mengunci” spesifikasi hanya pada produk berbasis Chrome OS.

  • Pada Februari 2021, terbit Permendikbud No. 5 Tahun 2021 yang secara eksplisit mencantumkan Chrome OS dalam lampirannya.

Perbandingan dengan Menteri Sebelumnya

Menariknya, menurut Kejagung, sebelum masa jabatan Nadiem, Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy justru menolak tawaran serupa dari Google. Alasannya jelas: uji coba Chromebook pada 2019 dinilai gagal, terutama di wilayah 3T yang memiliki keterbatasan jaringan internet.

“Surat Google tidak dijawab oleh menteri sebelumnya karena hasil uji coba gagal. Namun, saat kepemimpinan NAM, surat itu mendapat respons,” kata Nurcahyo.

Dugaan Pelanggaran Regulasi

Kejagung menilai ada sejumlah aturan yang dilanggar dalam proses pengadaan laptop Chromebook ini. Setidaknya terdapat tiga regulasi penting yang disebut:

  1. Peraturan Presiden No. 123 Tahun 2020 tentang petunjuk teknis dana alokasi khusus fisik pendidikan.

  2. Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 yang telah diubah dengan Perpres No. 12 Tahun 2021 terkait pengadaan barang/jasa pemerintah.

  3. Peraturan LKPP No. 7 Tahun 2018 yang diubah dengan LKPP No. 11 Tahun 2021 tentang pedoman perencanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.

Dengan mengunci spesifikasi pada Chrome OS, Kejagung menilai ada indikasi pengadaan yang tidak fair dan tidak sesuai prinsip efisiensi maupun transparansi.

Kerugian Negara Rp1,98 Triliun

Salah satu sorotan terbesar tentu adalah nilai kerugian negara. Berdasarkan perhitungan sementara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pengadaan laptop Chromebook ini menyebabkan potensi kerugian keuangan negara hingga Rp1,98 triliun.

Angka ini begitu fantastis dan langsung menempatkan kasus ini sebagai salah satu skandal korupsi terbesar di sektor pendidikan Indonesia.

Pasal yang Disangkakan

Nadiem disangkakan melanggar:

  • Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

  • Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP tentang penyertaan tindak pidana.

Ancaman hukuman dari pasal-pasal tersebut bisa mencapai pidana penjara seumur hidup.

Reaksi Publik

Penetapan Nadiem sebagai tersangka tentu menimbulkan pro-kontra di masyarakat.

  • Pihak yang kecewa: Banyak yang menilai ini pengkhianatan atas kepercayaan publik, mengingat Nadiem dikenal sebagai tokoh muda berprestasi.

  • Pihak yang skeptis: Ada juga yang mempertanyakan, apakah ini murni kasus hukum atau ada muatan politik menjelang tahun politik 2025.

  • Kalangan pendidikan: Guru dan akademisi menyoroti dampak buruk kasus ini terhadap citra reformasi pendidikan.

“Kasus ini ironis. Program digitalisasi yang harusnya bermanfaat justru berujung pada dugaan korupsi,” ujar seorang pengamat pendidikan.

Dampak Besar bagi Pendidikan

Kasus ini tak hanya soal uang. Dampaknya jauh lebih luas:

  • Kepercayaan publik runtuh: Program digitalisasi pendidikan jadi dipertanyakan.

  • Kerugian generasi muda: Anak-anak di wilayah 3T yang seharusnya menerima manfaat, justru jadi korban kebijakan yang bermasalah.

  • Citra pemerintah tercoreng: Apalagi program ini diklaim sebagai salah satu unggulan era Jokowi.

Analisis: Apa yang Bisa Dipelajari?

Kasus ini memberi pelajaran penting bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang/jasa sangat krusial. Sekecil apa pun indikasi penguncian spesifikasi bisa membuka ruang praktik korupsi.

Selain itu, pengawasan publik perlu ditingkatkan. Program sebesar ini semestinya melibatkan banyak pihak independen agar tidak hanya bergantung pada keputusan segelintir elit.

Harapan Selanjutnya

Meski kasus ini mengecewakan banyak pihak, proses hukum yang sedang berjalan menjadi momentum untuk membersihkan praktik korupsi di sektor pendidikan. Publik berharap penyidikan berlangsung transparan dan adil.

Jika benar terbukti, hukuman tegas bisa menjadi efek jera sekaligus sinyal bahwa sektor pendidikan tidak boleh lagi menjadi “ladang basah” untuk korupsi.

FAQ

Apa kasus yang menjerat Nadiem Makarim?

Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek periode 2019-2022.

Berapa kerugian negara akibat kasus ini?

Diperkirakan mencapai Rp1,98 triliun menurut perhitungan sementara BPKP.

Apa peran Nadiem dalam kasus ini?

Ia diduga meloloskan penggunaan Chromebook melalui kebijakan dan regulasi yang mengunci spesifikasi pada Chrome OS.

Apa pasal yang dikenakan pada Nadiem?

Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP.

Apakah Nadiem sudah ditahan?

Ya, sejak 4 September 2025 ia ditahan di Rutan Salemba Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Penutup

Kasus Nadiem Makarim sebagai tersangka korupsi laptop Chromebook menjadi pukulan telak bagi dunia pendidikan Indonesia. Dari program yang seharusnya membawa manfaat besar bagi siswa, justru berubah menjadi skandal dengan kerugian triliunan rupiah.

Kini semua mata tertuju pada Kejagung: mampukah mereka menuntaskan kasus ini secara transparan dan adil? Sebagai masyarakat, kita wajib mengawal agar proses hukum berjalan sesuai aturan dan tidak menyisakan keraguan.

Bagikan artikel ini jika kamu peduli dengan masa depan pendidikan Indonesia, dan jangan lupa tinggalkan komentar untuk berdiskusi lebih lanjut. Tetap ikuti update terbaru hanya di Belibis.com!