Belibis.com – Terkadang, ketulusan dan ketegasan seorang guru diuji bukan hanya oleh murid, tapi juga oleh sistem. Ahmad Zuhdi, seorang guru Madrasah Diniyah di Demak, Jawa Tengah, menjadi perbincangan publik setelah ia dikenai denda sebesar Rp25 juta karena menampar seorang siswa yang melempar sandal ke arahnya saat sedang mengajar.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Kabar ini menyebar luas dan menimbulkan banyak simpati, termasuk dari tokoh agama dan pendakwah kenamaan, Gus Miftah. Bukannya hanya memberi komentar atau doa, ia justru bertindak nyata. Dengan penuh empati, Gus Miftah mengunjungi langsung kediaman Zuhdi dan memberikan bantuan dalam berbagai bentuk: umrah, uang tunai, hingga sepeda motor baru.

Kisah ini tidak hanya menggugah hati, tetapi juga menjadi potret realitas pendidikan, pengorbanan guru, dan pentingnya aksi nyata dalam menunjukkan kepedulian sosial.

Awal Mula Kejadian: Ketegasan Guru Berujung Denda

Peristiwa ini bermula saat Zuhdi sedang mengajar seperti biasa di madrasah tempatnya mengabdi. Di tengah proses belajar, salah satu siswa melemparkan sandal dan mengenai kepalanya. Secara spontan, ia menampar siswa tersebut.

Aksi ini terekam dan akhirnya viral di media sosial. Meskipun banyak yang memahami tindakan refleks itu, pihak tertentu justru membawa kasus ini ke ranah hukum. Zuhdi pun diminta untuk membayar denda sebesar Rp25 juta.

Sebagai guru diniyah dengan gaji yang sangat minim, jumlah itu jelas sangat berat untuk dipenuhi. Apalagi, dalam pengabdiannya, Zuhdi tidak pernah mencari keuntungan, melainkan semata-mata ingin mencerdaskan anak-anak di desanya.

Gus Miftah Turun Tangan dengan Pilihan Tulus

Kabar tentang kondisi guru tersebut sampai ke telinga Gus Miftah. Alih-alih menyampaikan simpati dari jauh, ia memilih untuk datang langsung ke Desa Cangkring B, Kecamatan Karanganyar, Demak. Di hadapan keluarga dan warga, Gus Miftah mengutarakan niatnya untuk membantu.

Ia menawarkan dua pilihan kepada Zuhdi: merenovasi rumah atau berangkat umrah bersama istri. Tanpa banyak pertimbangan, Zuhdi memilih umrah. Bagi dirinya, kesempatan untuk beribadah ke Tanah Suci adalah impian besar yang mungkin tak pernah terpikirkan akan terwujud dalam waktu dekat.

Meski denda yang akhirnya disepakati turun menjadi Rp12,5 juta setelah mediasi, Gus Miftah tetap menyerahkan uang tunai sebesar Rp25 juta kepada Zuhdi. Hal itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan atas perjuangannya sebagai pendidik.

“Uang yang kemarin dikeluarkan untuk nebus, untuk bayar semua saya ganti,” ujar Gus Miftah dengan suara bergetar. Momen itu sangat emosional, bahkan Gus Miftah sempat menitikkan air mata saat menyampaikan bantuannya.

Potret Kehidupan Guru: Gaji Rp110 Ribu per Bulan

Dalam pertemuan tersebut, Gus Miftah juga mendengar langsung bagaimana kehidupan sehari-hari Zuhdi. Ia harus menempuh jarak 8 kilometer setiap hari untuk mengajar, menggunakan motor tua yang sering mogok. Gajinya? Hanya Rp450 ribu untuk empat bulan.

Artinya, penghasilan Zuhdi sebagai guru hanya sekitar Rp110 ribu per bulan. Angka yang nyaris tak masuk akal untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Namun dalam kondisi tersebut, Zuhdi tetap menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi.

Lurah setempat yang hadir di lokasi bahkan menegaskan kembali kondisi tersebut kepada Gus Miftah. “Ini luar biasa. Gaji segitu, tapi tetap mengajar dengan ikhlas,” kata sang lurah yang tampak turut terharu.

Hadiah Sepeda Motor Baru

Melihat kondisi transportasi Zuhdi yang memprihatinkan, Gus Miftah kemudian menambahkan satu hadiah lagi. Ia menyerahkan satu unit sepeda motor baru untuk menggantikan motor butut yang biasa digunakan guru tersebut setiap hari.

“Saya dengar tadi dari Pak Kyai Zuhdi, harus berangkat 8 kilometer. Maka izinkan tadi saya di jalan perjalanan ke sini beli motor untuk Pak Zuhdi,” ungkapnya. Sekali lagi, tindakan ini bukan sekadar simbolis, melainkan upaya konkret untuk meringankan beban seorang guru.

Hadiah tersebut langsung diserahkan hari itu juga, di depan warga dan tokoh masyarakat sekitar. Raut wajah Zuhdi dan istrinya memancarkan kebahagiaan yang tulus. Tidak hanya karena nilai materi, tapi karena merasa dihargai atas perjuangan yang selama ini mungkin tak banyak dilihat orang.

Refleksi atas Nilai Seorang Guru

Apa yang dilakukan Gus Miftah bukan sekadar bantuan finansial. Ini adalah pengakuan atas nilai dan martabat seorang guru, terlebih lagi guru Madrasah Diniyah yang selama ini berada di pinggiran sistem pendidikan formal.

Guru seperti Zuhdi seringkali menjalankan tugasnya dengan dana terbatas, tanpa jaminan kesejahteraan, dan minim fasilitas. Namun justru mereka yang menjadi garda terdepan dalam membentuk karakter anak-anak, terutama dalam pendidikan keagamaan.

Tindakan Gus Miftah menjadi pengingat bagi masyarakat dan pemerintah bahwa apresiasi terhadap guru tidak harus menunggu momen viral atau kontroversi. Sudah saatnya penghargaan kepada mereka menjadi kebiasaan, bukan kejadian langka.

Membangun Semangat Kepedulian Sosial

Kisah ini juga menunjukkan bahwa kepedulian sosial tidak harus dilakukan melalui institusi besar. Satu tindakan tulus dari satu orang bisa mengubah hidup orang lain. Dalam hal ini, Gus Miftah memanfaatkan pengaruhnya untuk menyuarakan keadilan sosial, bukan sekadar berkhotbah.

Bantuan yang ia berikan bukan hanya untuk Zuhdi, tapi juga sebagai simbol bahwa setiap pengabdian layak mendapatkan dukungan. Lebih jauh, ini juga menjadi inspirasi bagi masyarakat luas untuk melihat lebih dalam kondisi para guru lokal yang selama ini luput dari sorotan.

Penutup: Sebuah Tindakan yang Menginspirasi

Apa yang dilakukan Gus Miftah terhadap Zuhdi bukan hanya soal mengganti uang denda atau memberi hadiah. Ini tentang nilai kemanusiaan, empati, dan pengakuan terhadap perjuangan guru yang telah terlalu lama diabaikan.

Zuhdi sendiri tidak pernah meminta. Ia tidak mengeluh, bahkan tetap menjalankan aktivitas mengajarnya seperti biasa. Namun justru karena keikhlasan itulah, bantuan itu datang.

Pertanyaan pentingnya adalah: berapa banyak guru seperti Zuhdi di pelosok negeri ini yang sedang berjuang dalam diam? Dan siapa yang akan datang memberi mereka apresiasi sebelum semuanya terlambat?

Semoga kisah ini menjadi pengingat bahwa guru bukan hanya pencetak generasi, tapi juga penjaga moral bangsa. Dan tindakan kecil yang dilakukan dengan ketulusan, bisa mengubah hidup seseorang selamanya.