Belibis.com – Iran mengeluarkan peringatan tegas kepada Amerika Serikat. Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh, menyebut bahwa jika AS ikut campur dalam konflik militer antara Israel dan Iran, kawasan Timur Tengah akan berubah menjadi “neraka”. Ancaman ini muncul di tengah meningkatnya eskalasi serangan dan ketegangan geopolitik yang melibatkan situs nuklir dan rumah sakit sipil.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Iran Peringatkan AS soal Campur Tangan dalam Konflik Israel
Dalam pernyataannya pada Sabtu (21/6/2025), Saeed Khatibzadeh menegaskan bahwa konflik yang sedang berlangsung bukanlah perang milik Amerika Serikat. Ia memperingatkan bahwa keterlibatan langsung AS, khususnya di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, hanya akan memperpanjang penderitaan dan memperluas konflik.

“Kalau AS terlibat, itu akan menciptakan neraka bagi seluruh kawasan,” kata Khatibzadeh, dikutip dari BBC.com.

Ia juga menyindir bahwa jika Trump benar-benar mengambil langkah militer, maka ia akan dikenang sebagai presiden yang menyeret negaranya ke perang yang seharusnya bisa dihindari.

Serangan Rudal Iran Picu Korban Sipil di Israel
Pernyataan Khatibzadeh disampaikan menyusul laporan serangan misil Iran yang menghantam kawasan dekat Pusat Medis Soroka di Israel bagian selatan. Menurut Kementerian Kesehatan Israel, serangan ini menyebabkan sedikitnya 71 orang luka-luka.

Militer Israel mengklaim telah merespons serangan itu dengan menghantam beberapa situs strategis milik Iran, termasuk reaktor air berat Arak dan fasilitas nuklir di Natanz. Iran belum merilis data resmi mengenai korban jiwa akibat serangan balasan tersebut.

Sementara itu, media pemerintah Iran menyebut target utama mereka adalah fasilitas militer di dekat rumah sakit, bukan rumah sakitnya secara langsung.

Diplomasi atau Eskalasi? Iran Tuding Israel Gagalkan Kesepakatan Nuklir
Khatibzadeh menggarisbawahi bahwa diplomasi tetap menjadi opsi utama bagi Iran, namun sulit diwujudkan selama serangan Israel terus berlangsung.

“Kami tidak bisa memulai negosiasi apa pun saat bom masih dijatuhkan,” ujarnya.

Ia mengklaim bahwa Iran tengah berada di jalur menuju putaran keenam pembicaraan nuklir di Muscat. Namun proses itu, menurutnya, dihancurkan oleh Israel saat negara tersebut melancarkan serangan pada 13 Juni yang menewaskan sejumlah jenderal dan ilmuwan nuklir Iran.

“Jika kami ingin bom nuklir, kami sudah punya sejak lama”
Pernyataan tegas juga dilontarkan Khatibzadeh menanggapi laporan terbaru dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Badan tersebut menyebut Iran telah memperkaya uranium hingga 60%, satu langkah teknis menuju tingkat kemurnian senjata nuklir, yakni 90%.

Khatibzadeh menolak tuduhan tersebut. “Itu omong kosong,” katanya. “Kalau kami memang ingin bom nuklir, kami sudah memilikinya sejak lama. Iran tidak pernah mengembangkan program untuk mempersenjatai kegiatan nuklir damainya. Titik.”

Ia juga mengkritik Presiden Trump atas pernyataan yang menurutnya “membingungkan dan saling bertentangan”, baik melalui media sosial maupun wawancara.

AS Belum Putuskan Langkah Lanjut
Hingga saat ini, Gedung Putih belum menyatakan sikap resmi. Namun pada Kamis sebelumnya, pemerintah AS menyebut Presiden Trump akan mengambil keputusan dalam dua minggu ke depan apakah akan ikut campur langsung dalam konflik atau tidak.

Khatibzadeh memperingatkan bahwa keputusan itu akan menjadi penentu arah masa depan konflik di Timur Tengah.

Penutup:
Ketegangan antara Iran, Israel, dan potensi keterlibatan AS menjadikan konflik ini semakin kompleks. Jika jalur diplomasi gagal ditempuh, kawasan Timur Tengah bisa kembali terjerumus ke dalam konflik berskala besar yang dampaknya tidak hanya terbatas pada negara-negara yang terlibat langsung, tapi juga mengguncang stabilitas global.